Cari Blog Ini

Jumat, 08 Juni 2012

Sei Puar

                                                            Sei Puar, my village is beautifull
                                                                        By: Rudisa Putra
1.Sejarah
Sungai Puar adalah sebuah korong dalam Kenagarian Koto Dalam, Kecamatan Padang Sago. Adapun nama lengkapnya yaitu Korong Sungai Puar/Tanjung Mutus. Nama itu serupa dengan nama sebuah Kecamatan yang ada di Bukittinggi yaitu Sungaipua. Ia merupakan kecamatan yang cukup maju di Bukittinggi maka tidak heran orang lebih mengenal nama itu daripada nama Sungai Puar, kampungku.
Konon kabarnya, nama itu diambil dari sebuah batang pohon yang hidup didekat sungai, nama batang pohon itu “pua”.
Ia membentang dari utara ke selatan yang terdiri dari kampung-kampung kecil. Paling ujung sebelah utara bernama kampuang Aia Munti-Bukit Lano terus berlanjut ke selatan dengan nama Lohong, Kampung Subarang, Joghok-Koto Gadang, Kampung Cubadak, dan terakhir Sungai Lau.
2.keadaaan alam
Di kampungku banyak sawah yang dikelilingi oleh bukit-bukit dan dibalik bukit terdapat ladang/kebun. Selain itu terdapat sungai yang terletak antara laga-laga dan mesjid Raya.  Sungai digunakan untuk tempat mandi, mencuci, dan memancing. Di sungai banyak ikannya, biasanya ikan diambil sekali 2 tahun dengan cara menjala dan memancing.  Sungai juga dijadikan arena untuk belajar berenang oleh anak-anak. Mereka merasa senang berlama-lama di sungai karena bagi mereka sungai merupakan tempat bermain yang asyik.
3.mata pancarian
Umumnya masyarakat Sei Puar petani, disamping ada juga yang pandai bertukang seperti tukang kayu, tukang bangunan, dan tukang jahit. Namun , sekarang ini tidak ada yang membuka jasa tukang jahit, tetapi tukang kayu ada meskipun satu.
Bagi perempuan yang tidak bisa melanjutkan sekolah, kebanyakkan membordir di rumahnya. Adapun pemuda yang putus sekolah, banyak yang merantau dan sedikit sekali yang ada di kampung sehingga ladang yang tadinya dijadikan tempat penghasilan akhirnya menjadi semak belukar. Bagi pemuda yang bertahan di kampung bekerja sebagai buruh tani dan buruh lainnya.
4.fasilitas
Di bagian utara terdapat satu buah  puskesmas yang  dalam pembangunan, satu buah sekolah SMP dan satu buah mesjid nagari. Di tengah terdapat laga-laga yang berfungsi untuk rapat dan baralek nagari. Di setiap sudutnya terdapat lapau atau kantin yang biasa digunakan untuk sarapan pagi, sedangkan siang dan malam digunakan untuk tempat nongkrong, untuk perempuan sendiri biasanya sarapan di rumah, disamping ada juga yang menempatkan diri ke lapau, itu pun ada keperluan mendadak. Fasilitas lainnya yaitu masing-masing kelompok suku memiliki surau tersendiri. Surau yang ada biasanya hanya dihuni pada hari-hari besar islam atau rapat dalam menyambut hari besar tersebut. Kalaupun ada, hanya  satu surau yang terbuka setiap minggunya dalam pengajian mingguan, sedangkan mesjid untuk sekarang ini digunakan sebagai  sarana mengaji anak-anak padahal sebelumnya tidak ada, karena mushala yang ada belum juga diperbaiki sampai sekarang ini. Shalat jamaah kemesjid setiap hari seperti di kota tidak ada, biasanya mesjid hanya dibuka setiap jumat kecuali untuk mengaji anak-anak. Setiap maghrib anak-anak TPA shalat jamaah di mesjid, jamaahnya anak TPA dan gurunya, tidak lebih dari itu setiap harinya.
5.Suku-suku yang ada di Sei Puar
Di dalam kampungku dihuni oleh suku yang berbeda-beda, seperti suku tanjung, jambak, dan koto. Suku tanjung dan jambak banyak  berdomisili di bagian tengah dan selatan, sedangkan suku koto di bagian utara. Suku tanjung ada dua yaitu pertama merupakan cabang dari kuduak biawak (Bukittingggi), kedua adalah cabang dari Kampung Tanjung-Kudu (Padang Pariaman), sedangkan suku Jambak adalah pendatang dari Sungai Kalu-Kudu (Padang Pariaman) yang  diminta oleh orang dari suku tanjung Kuduak Biawak untuk membantunya dalam melawan keserakahan suku koto.
Ketika itu, orang tanjung mengungsi ke Sawah Liek karena tidak berdaya menghadapi orang koto yang terkenal kuat di masa itu. Maka atas permintaan orang tanjung, buyut saya yang terkenal sakti, Mak Jembang, menantang kesaktian orang koto, dan tidak ada satupun orang koto yang dapat mengalahkannya. Akibatnya, tidak ada lagi yang berkuasa di Sei Puar. Selanjutnya, beliau menjemput orang tanjung ke Sawah Liek, lalu membagi daerah Sungai Puar menjadi dua bagian yaitu sebelah batang air-mudik dihuni oleh orang koto dan dari batang air-hilir dihuni oleh orang tanjung. Sebagai imbalannya, beliau dihadiahi beberapa bidang tanah oleh kepala kaum dari suku tanjung. Tanah itulah yang kami tempati sampai sekarang ini.(wawancara dengan Mak Etek Simar di Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar